Menerima Naskah opini, artikel, dan liputan untuk ditampilkan di website ini. Kirim ke wilopang.humanika@blogger.com. Redaksi tidak menyediakan honor, tulisan bersifat partisipatif dan sukarela

BTemplates.com

Minggu, 07 Agustus 2016

Padat Karya


Konsep padat karya yang membingungkan. Pemerintah pusat meminta pemerintah desa mendayagunakan masyarakat penganggur agar ikut dalam kegiatan padat karya dengan menggunakan dana desa yg digulirkan. Padat karya sendiri merupakan kegiatan pembuatan fasilitas umum macam jembatan, talud, gorong-gorong yg pengerjaanya melibatkan rakyat. Ini sudah sering di lakukan pada jaman pak Harto. Tapi masa sih kita kembali ke jamannya Pak Harto yg waktu itu memang belum begitu lama merdeka dan terbebas dari penjajah kolonial Belanda? Jika padat karya itu merupakan konsep semi charity mengapa tidak dibagikan cash money saja ke rakyat. Efektifitas padat karya pun juga sangat dipertanyakan. Semisal mau pengerasan jalan volume 500 meter persegi saja, sedang tenaga padat karya yg tersedia 200 orang ya apa waktu ngurug jalannya harus pake sendok makan agar semua orang kebagian jatah kerja. 

Baik beginu....
Padat karya seharusnya sejalan dengan dinamika dan perkembangan global. Kita tiap hari berbusa-busa ngomongin free trade area, MEA, AFTA, dan masih banyak lagi yg aneh-aneh. Dan kemudian tiba-tiba padat karya ala Pak Harto. Njomplang. Seharusnya padat karya diarahkan untuk mengkriet hasil-hasil produksi yg punya selling value dan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tidak hanya lokal tapi juga luar negeri sehingga ada devisa masuk. Oleh karena itu desa-desa diarahkan untuk memaksimalkan semua potensi yg dimiliki untuk membuat BUMDes (sesuai dengan UU Desa yg sudah di syahkan). BUMDes inilah yg akan menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak dan inilah yg disebut dengan padat karya modern.

0 komentar:

Posting Komentar